Kebijakan Bahasa Keluarga dalam Pelestarian Bahasa Daerah

Kity Karenisa, S.S., M.A.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Maluku

Kebijakan bahasa di Indonesia dengan Trigatra Bangun Bahasa (utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing) mengidealkan bahwa setiap orang di Indonesia, tentu saja termasuk di Maluku, adalah multibahasawan dengan repertoar kebahasaan minimal tiga bahasa. Misalnya, si A memiliki repertoar kebahasaan untuk tiga bahasa, yaitu bahasa Kei, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Dalam ranah keluarga, si A berbicara kepada orang tuanya di rumah menggunakan bahasa Kei. Di dalam ranah pendidikan, si A berbicara kepada gurunya menggunakan bahasa Indonesia. Dalam ranah pergaulan antarbangsa, si A berbicara kepada temannya dari Eropa menggunakan bahasa Inggris. Dalam masyarakat dengan banyak bahasa, penguasaan seseorang terhadap banyak bahasa sering merupakan “hadiah” dari lingkungan bahasanya karena diperolehnya tanpa perencanaan. Namun, dalam kondisi kebahasaan yang tidak (lagi) ideal (misalnya, dengan banyaknya bahasa daerah yang hampir punah), bahasa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh seseorang haruslah direncanakan. Keluargalah yang menjadi perencana bahasa bagi generasi termuda yang lahir di keluarganya. Sebuah keluarga harusnya memiliki kebijakan bahasa keluarga (family language policy atau FLP).

Istilah kebijakan bahasa keluarga baru muncul dan didefinisikan pada tahun 2008 oleh King et al. sebagai perencanaan yang jelas dan terbuka dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa di rumah di antara anggota keluarga. Schwartz dalam “Family Language Policy: Core Issues of an Emerging Field” (2010) dan dalam Successful Family Language Policy (2013) menyampaikan bahwa kebijakan bahasa keluarga merupakan ideologi, praktik, dan pengelolaan yang digunakan oleh keluarga dalam memilih, menuturkan, dan menurunkan bahasa kepada anggota keluarga, khususnya kepada generasi termuda dalam keluarga (anak-anak).

Komponen ideologi dalam kebijakan bahasa keluarga dapat dikaitkan dengan kebijakan bahasa yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya, di Indonesia adalah kebijakan untuk mengutamakan bahasa Indonesia dengan mahir berbahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah dengan kemampuan berbahasa daerah, dan menguasai bahasa asing dengan baik. Namun, keluarga pun dapat mempunyai ideologi tertentu terhadap bahasa. Keluarga yang mempunyai pemahaman bahwa bahasa daerah penting sebagai bagian dari identitas dirinya dan percaya bahwa keluarganya merupakan bagian dari identitas budaya yang menurunkan bahasa kepada anak-anak di keluarganya pasti akan menggunakan bahasa daerah dalam ranah keluarga.

Komponen praktik atau penerapan kebijakan bahasa keluarga ini adalah aktivitas menggunakan atau menuturkan bahasa yang telah ditetapkan untuk komunikasi sehari-hari di antara anggota keluarga. Dalam praktiknya, sebuah keluarga juga melihat penggunaan bahasa di masyarakat. Misalnya, di dalam rumah mereka memutuskan untuk menggunakan bahasa Hitu, tetapi dengan tetangga mereka menggunakan bahasa Melayu Ambon.

Komponen pengelolaan atau manajemen dalam kebijakan bahasa keluarga merupakan upaya atau usaha sengaja dan dilakukan dengan penuh kesadaran oleh orang tua dalam mengatur penggunaan bahasa di rumah. Misalnya, pasangan suami-istri dari Namlea yang sudah lama tinggal di Kota Ambon merasa bahwa kemampuan mereka dalam berbahasa Buru sangat rendah karena orang tua mereka menggunakan bahasa Melayu Ambon ketika berbicara kepada mereka. Mereka tidak ingin kehilangan identitas karena ketidakmampuan mereka dalam berbahasa Buru. Ketika anak mereka lahir, mereka minta orang tua mereka (kakek-nenek dari anak mereka) yang tinggal bersama mereka hanya berbicara menggunakan bahasa Buru kepada cucunya.

Gambaran pengelolaan dalam kebijakan bahasa keluarga pada contoh terakhir ini menunjukkan ada faktor pertimbangan yang diambil oleh keluarga tersebut. King et al. (2008) dalam “Family Language Policy” menyampaikan bahwa latar belakang budaya keluarga, pengalaman bahasa anggota keluarga, sikap bahasa keluarga, dan pengaruh masyarakat juga  faktor sosial, ekonomi, politik, dan budaya merupakan pertimbangan sebuah keluarga dalam memilih bahasa untuk digunakan di keluarganya.

Di  Maluku berdiam 233.557 keluarga berdasarkan data BKKBN Provinsi Maluku. Maluku adalah provinsi dengan bahasa daerah yang kaya. Hingga tahun 2024, Balai Bahasa Provinsi Maluku mencatat ada 71 bahasa di Provinsi Maluku dengan 3 bahasa yang telah punah karena tidak ada lagi yang menuturkannya. Sebanyak 68 bahasa diperkirakan masih hidup dan dituturkan di provinsi dengan 1.945.648 penduduk (berdasarkan data BPS Provinsi Maluku yang diperbarui 29 Mei 2024) ini, tetapi dengan tingkat vitalitas atau daya hidup rentan, mengalami kemunduran, terancam punah, hingga kritis.

Keluarga di Maluku dapat mengambil peran untuk meningkatkan daya hidup bahasa-bahasa daerah. Sebagai unit terkecil masyarakat, keluargalah yang berperan paling penting menurunkan bahasa kepada generasi berikutnya. Keluarga dapat kita pandang sebagai benteng pelestarian bahasa daerah. Jika keluarga aktif menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi di ranah keluarga, bahasa daerah akan tetap hidup dan lestari karena telah diwariskan kepada generasi berikutnya. Keberadaan bahasa perhubungan/perantara (lingua franca) seperti bahasa Melayu Ambon di Maluku dan bahasa resmi negara, yaitu bahasa Indonesia, yang digunakan sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan memberi ruang untuk menyisihkan bahasa daerah. Namun, kebijakan bahasa keluarga untuk menggunakan bahasa daerah di rumah (dalam ranah keluarga yang bersifat pribadi) akan sangat berpengaruh terhadap vitalitas bahasa daerah. 

Para pakar perencanaan dan kebijakan bahasa telah menyadari sepenuhnya bahwa keluargalah sandaran utama dan benteng terakhir dalam pelestarian bahasa daerah. Dengan putusan menjadikan bahasa daerah sebagai bahasa (atau salah satu bahasa) yang digunakan di rumah, dalam ranah keluarga, keluarga telah menjadi bagian sangat penting dalam melindungi bahasa daerah dari kepunahan. Jika satu keluarga di Maluku memutuskan untuk menggunakan bahasa daerah kepada generasi termuda yang lahir di keluarganya, dapat dipastikan Maluku tidak akan menambah jumlah kepunahan bahasanya. Sudah saatnya, setiap keluarga memiliki kebijakan bahasa keluarga untuk turut melestarikan bahasa daerah.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

one + 8 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top