Permainan Bahasa pada Siniar Anak Muda Maluku

Nita Handayani Hasan, S.S.

Widyabasa Ahli Muda Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di harian Siwalima

Pada zaman sekarang, keberadaan masyarakat multilingual tidak dapat dihindari. Adanya perkembangan teknologi yang makin pesat serta masuknya berbagai informasi menjadikan masyarakat harus beradaptasi. Setiap orang harus memahami dan menguasai bahasa asing (Inggris) agar mampu memanfaatkan media komunikasi dengan baik. Komunikasi dan teknologi tak dapat dipisahkan dari penggunaan bahasa sebagai media pengantar sehingga terkadang terjadi percampuran bahasa. Bahasa yang kuat akan lebih mendominasi bahasa lainnya, sedangkan bahasa yang lemah dapat terancam punah. Terlepas dari kesadaran kita, masyarakat kita telah menunjukkan gejala ini. Salah satu buktinya, adanya percampuran dan pergeseran bahasa, terutama dalam penggunaan bahasa Inggris oleh generasi muda.

Fenomena percampuran bahasa yang dilakukan oleh generasi muda bukanlah hal baru. Fenomena percampuran bahasa, biasa terjadi pada anak-anak yang lahir dari orang tua yang memiliki perbedaan bahasa ibu. Di Indonesia, fenomena percampuran bahasa yang sedang tren di generasi muda, yaitu munculnya bahasa “anak Jaksel”. Masalah mempertahankan eksistensi dan tidak dianggap ketinggalan zaman merupakan alasan munculnya percampuran bahasa di kalangan generasi muda. Lahirnya bahasa “anak Jaksel” merupakan salah satu contoh pencampuran bahasa yang dilakukan oleh remaja di Indonesia, khususnya di Jakarta. Bahasa “anak Jaksel” merupakan bahasa unik karena dalam bahasa tersebut terdapat pencampuran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kedua bahasa tersebut dituturkan dengan dialek khas remaja Jakarta. Terkadang, remaja yang menggunakan bahasa “anak Jaksel” hanya ingin menunjukkan eksistensinya di kalangan remaja lainnya. 

Selain bentuk pencampuran bahasa, ditemukan juga fenomena permainan bahasa. Dalam permainan bahasa terdapat aturan permainan tertentu yang mencerminkan ciri atau corak khas dari sebuah bahasa. Permainan bahasa melibatkan eksploitasi elemen-elemen bahasa, seperti suara, suku kata, struktur kata, frasa, kalimat, dan teks sebagai alat untuk menyampaikan makna atau pesan tuturan dengan cara yang tidak biasa dari segi tata bahasa, makna, dan konteks pragmatik. Awalnya, eksploitasi semacam ini sering digunakan untuk tujuan hiburan, menggelitik, atau menyindir, serta untuk menyajikan sesuatu yang dianggap menggelikan atau ironis. Namun, tidak dapat disangkal bahwa gaya bahasa semacam ini juga muncul dalam wacana yang lebih serius, meskipun masih mengandung nuansa humor. Penggunaan bahasa seperti ini mungkin dibuat dengan sengaja untuk menciptakan guyonan, sementara ada juga yang terjadi secara tak disengaja, tetapi tetap mengundang tawa. Eksploitasi bahasa dalam permainan bahasa juga digunakan sebagai sarana memberi informasi kepada masyarakat tentang peristiwa yang sedang terjadi. 

Contoh permainan bahasa di Indonesia, yaitu JavenglishJavenglishmerupakan penggabungan kosakata bahasa Jawa atau Java dengan bahasa Inggris atau English. Kalimat yang muncul dalam Javenglish memunculkan keunikan dan kelucuan bagi penutur bahasa Jawa. Salah satu bentuk Javenglish terlihat pada permainan fonologi/bunyi. Permainan fonologi ditemukan pada kalimat yang memiliki kesamaan unsur bunyi, tetapi berbeda makna. Contoh permainan bunyi dalam javenglish adalah car to=Karto; last three=Lastri; next do wrong, a does seek=nek dhurung, adhus sik ’kalau belum mandi, mandi dulu’; been she gear=ben seger’supaya segar’. Pada contoh kalimat di atas terlihat bahwa kata-kata yang digunakan dalam bahasa Inggris memiliki kesamaan bunyi dengan kata-kata bahasa Jawa. Kosakata bahasa Inggris dibuat sedemikian rupa (meskipun salah secara gramatikal) agar memiliki kesamaan bunyi dengan kosakata bahasa Jawa.

Di Maluku, fenomena permainan bahasa juga muncul saat generasi muda bertutur dalam podcast. Menurut kamus Oxford (2007), podcastmerupakan gabungan istilah pod(Apple iPod) dan cast (siaran). Dalam bahasa Indonesia, padanan kata podcast ialah siniar. Bentuk siniar yang saat ini diminati oleh generasi muda Maluku, yaitu bincang-bincang. Mereka biasanya melakukan bincang-bincang dengan sesama anggota komunitasnya. Setelah mendengar, mengamati, dan mencatat isi dari konten beberapa siniar anak muda Maluku (akun milik Eko Poceratu, Baronda Ambon, Kewang Bahasa, dan John Laratmase), penulis menemukan beberapa kalimat permainan bahasa. Kalimat-kalimat tersebut, yaitu story of sondorsono; musti pintar cari laki-laki; nyong Ambon laipose; baronda klinik kecantikan di Ambon; provokator baronda; maso poris kaluar dapor;dan lumbung ikan nestapa.

Permainan bahasa yang ditemukan dari kalimat-kalimat di atas, yaitu permainan bahasa antarbahasa asing dan daerah (story of sondorsono); permainan bahasa antarbahasa daerah dan Indonesia (musti pintar cari laki-laki, baronda klinik kecantikan di Ambon, dan provokator baronda); permainan antarbahasa daerah (nyong Ambon laipose, dan maso poris kaluar dapor); dan permainan intrabahasa (lumbung ikan nestapa). Permainan-permainan bahasa tersebut menunjukkan peristiwa yang sedang terjadi di masyarakat Maluku. Anak muda Maluku membuat kalimat-kalimat yang memiliki pola pengulangan huruf tertentu sehingga terdengar menghibur dan mudah diterima oleh berbagai kalangan. Kemampuan generasi muda Maluku dalam mengolah kalimat-kalimat di atas menunjukkan bahwa mereka memiliki ideologi bahasa yang tinggi serta ingin menunjukkan identitasnya melalui platform global.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

two + 3 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top