Ayo, Tingkatkan Ketertiban Berbahasa pada Dokumen Lembaga!

Widya Sendy Alfons, S.Pd.

Staf Teknis Kantor Bahasa Provinsi Maluku

“Sudah terbiasa.”

“Tidak enak dilihat.”

“Takut tidak diterima.”

“Kami hanya mengikuti.”

Beberapa kalimat di atas adalah jawaban dari perwakilan lembaga-lembaga yang dijumpai oleh tim dari Kantor Bahasa Provinsi Maluku saat melaksanakan pembinaan lembaga dalam pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik dan dokumen lembaga. Saat berdiskusi terkait kaidah bahasa dalam dokumen lembaga, tidak jarang jawaban-jawaban di atas disampaikan kepada tim. Dokumen lembaga yang dimaksud ialah dokumen-dokumen yang bersifat tidak rahasia, berupa surat-surat keluar yang dibuat oleh satu lembaga dan ditujukan kepada lembaga lainnya ataupun kepada masyarakat. Jenis surat yang dianalisis pengutamaan bahasa negaranya terbagi atas tiga, yakni surat undangan, surat pemberitahuan atau edaran, dan surat permohonan. 

Tanggapan-tanggapan di atas adalah respons yang hampir sama terhadap sejumlah pertanyaan ataupun pernyataan terkait penggunaan bahasa Indonesia yang benar pada surat-surat di instansi baik pemerintah, pendidikan, maupun swasta. Selama ini, masih banyak pemikiran awam tentang penggunaan bahasa pada surat. Akibatnya, penulisan surat tanpa memedulikan kaidah bahasa menjadi kebiasaan yang menjamur. Penulis surat pun sering mengambil cara membuat surat dengan selalu mencontoh produk pemerintah. Contohnya, sekolah akan mencontoh surat yang dibuat oleh dinas pendidikan dan mengikuti format surat tersebut sekalipun masih ada kesalahan kebahasaan di dalamnya. Hal tersebut terjadi karena secara hierarkis dinas pendidikan berada di atas sekolah. Surat yang dibuat oleh sekolah tersebut diberikan kepada orang tua yang menjadi bagian dari masyarakat. Surat tersebut mungkin saja dijadikan contoh atau dipercaya benar adanya (dalam hal ini kaidah kebahasaan) oleh orang tua karena berasal dari lembaga pendidikan.  Lalu, siapakah yang harus mengubah pola pikir seperti ini? Keadaan tidak berani mengikuti sesuatu yang benar dalam jangka waktu panjang dapat membentuk kebiasaan seseorang untuk menerapkan sesuatu yang salah terhadap suatu hal yang jelas memiliki aturan. Fenomena ini harusnya menjadi catatan tersendiri bagi lembaga-lembaga pemerintah, pendidikan, dan swasta agar tetap menjadi sumber informasi ataupun wadah edukasi yang tepercaya.

Fenomena yang muncul pada setiap lembaga terkait masalah kebahasaan tentu berbeda-beda. Hal ini tergambar pada beragamnya jawaban di atas. Artinya, jawaban itu tidak hanya muncul karena tidak tahu (tentang kaidah bahasa), tetapi juga berkaitan dengan regulasi. Banyak lembaga mengaku bahwa lembaga tersebut tidak dapat melenceng dari tata naskah dinas sekalipun aturan tersebut tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan. Pengakuan tersebut menandakan besarnya pengaruh regulasi terhadap keputusan ataupun langkah suatu lembaga.

Permendagri Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah (dapat dilihat pada laman berikut https://peraturan.go.id/id/permendagri-no-1-tahun-2023) telah dikeluarkan untuk mengatur naskah dinas pada lingkup pemerintah daerah. Hal ini termasuk salah satu langkah pemerintah dalam melihat hal-hal yang sudah harus dimutakhirkan, termasuk kaidah kebahasaan. Jika dianalisis dan dibandingkan dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2009 (aturan sebelumnya tentang tata naskah dinas pada pemerintah daerah), sudah banyak pemutakhiran dari segi kebahasaan. Pemberlakuan aturan ini diharapkan dapat diterapkan secara luas oleh semua kalangan pemerintah yang nantinya dapat berimbas ke lembaga pendidikan dan swasta.  Di samping itu, aturan-aturan kepala pemerintahan di daerah diharapkan dapat berpedoman pada Permendagri terbaru ini.

Dokumen-dokumen lembaga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga tentu merupakan wajah lembaga itu sendiri.  Secara tidak langsung, penggunaan bahasa yang benar merupakan cermin positif suatu lembaga bagi lembaga lain ataupun masyarakat secara luas. Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan diharapkan sesuai dengan kaidah yang ditetapkan. Kepercayaan masyarakat yang besar baik terhadap produk-produk pemerintah, lembaga pendidikan, maupun swasta seharusnya didukung oleh informasi edukatif,termasuk edukasi tidak langsung terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang benar yang digunakan pada dokumen lembaga ataupun objek-objek di ruang publik. 

Tugas pendampingan dan pembinaan lembaga bagi tiga kabupaten dan dua kota, yakni Kota Ambon, Kota Tual, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Maluku Tenggara, akan terus dilanjutkan hingga tahun 2024. Pembinaan ini diharapkan memberikan dampak bagi ketertiban penggunaan bahasa Indonesia yang benar baik pada objek-objek di ruang publik maupun dokumen lembaga di Provinsi Maluku. Lebih luas lagi, pembinaan ini diharapkan pula dapat berdampak kepada semua lembaga pemerintah, pendidikan, ataupun swasta. Kerja sama semua pihak yang mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa negara akan berguna untuk mendukung pengutamaan bahasa negara dalam pemanfaatannya pada semua elemen masyarakat. 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

six − 1 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top