Hadirkan Kebahagiaan Membaca di Mana Saja dan Kapan Saja!

Zahrotun Ulfah, S.S.

Widyabasa Ahli Pertama Kantor Bahasa Provinsi Maluku

(Artikel ini telah terbit di harian Siwalima)

Hari Perayaan Buku Anak Sedunia (International Childrens Book Day) diperingati setiap tanggal dua April.Tanggal itu bertepatan dengan hari lahirnya seorang penulis dongeng dari Denmark yakni Hans Christian Anderson. Ia seorang penulis populer dengan karyanya seperti Thumbelina(1835), The Little Mermaid (1836), The Ugly Duckling(1843), dsb. Salah satu tujuan diperingatinya hari perayaan buku anak sedunia adalah untuk membudayakan membaca terutama pada anak-anak.

Membaca merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh pelaku (pembaca) untuk memperoleh pesan yang ingin disampaikan oleh penulis (Tarigan, 2015: 7). Selanjutnya, terdapat beberapa tujuan membaca di antaranya adalah (1) tujuan referensial yakni untuk memperoleh informasi berupa fakta lingkungan yang bersifat faktual; (2) tujuan memperoleh informasi sehingga mampu meningkatkan daya intelektual; (3) membaca untuk kesenangan yakni dengan tujuan memberi kesenangan pada diri pembaca. Selain membaca, peringatan hari buku anak sedunia juga dapat digunakan sebagai langkah untuk mengenalkan kosakata, melatih kelancaran membaca, dan memberikan pemahaman isi teks pada anak. Kegiatan tersebut dapat dikemas secara kreatif sehingga si anak mau membaca dan merasa senang melakukannya. Lantas, apa saja yang diperlukan agar anak-anak mau dan senang membaca?

Berdasarkan analisis kebutuhan yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, ada tiga prinsip yang mendorong anak mau dan senang membaca, di antaranya adalah prinsip pertama, membiarkan anak memilih sendiri bahan bacaan tanpa adanya paksaan dari orang tua/pihak lain. Selama ini orang tua terjebak untuk mendikte anak agar membaca buku jenis tertentu. Mereka berharap dengan buku tersebut si anak akan mendapatkan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Padahal, si anak belum tentu menyukai buku tersebut. Anak akan merasa terpaksa membaca bahkan tidak tertarik pada buku. Oleh karena itu, selayaknya orang tua atau pendamping membiarkan anak-anak memilih bahan bacaan yang mereka sukai selama tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai moralitas.

Prinsip kedua ialah penyediaan berbagai macam jenis buku anak, baik dari segi tema maupun genre. Setiap anak memiliki minat yang berbeda dalam membaca, misalnya anak A memiliki ketertarikan pada bahan bacaan bernuansa otomotif, berbeda dengan anak B yang lebih menyukai bahan bacaan fabel atau biota laut. Dari hal tersebut, kita sebagai orang tua atau pendamping harus mengetahui dan memahami minat setiap anak. Minat tersebut pun dapat berubah seiring waktu. Oleh karena itu, penyediaan berbagai jenis atau genre buku sangat diperlukan agar anak-anak dapat memilih buku sesuai dengan minat yang mereka miliki.

Prinsip ketiga ialah adanya buku anak dari semua jenjang baca. Hal ini akan memudahkan anak untuk memilih buku sesuai dengan kemampuan membacanya. Menurut Shofi (2008:21) membaca pada anak-anak merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan penglihatan dan daya ingat. Hal ini disebabkan anak-anak masih dalam proses pengenalan huruf, mengingat, dan selanjutnya menyusun huruf menjadi kosakata. Dengan demikian, setiap anak dapat membaca dengan baik jika melihat huruf yang jelas dan disertai simbol-simbol atau gambar yang mendukung. Setiap anak juga memiliki kemampuan yang berbeda dalam membaca meskipun anak tersebut dalam usia yang sama. Semakin rendah jenjang bahan bacaan maka akan semakin sederhana bentuk tema, kosakata, dan jumlah kalimat dalam setiap paragraf sehingga anak-anak akan lebih mudah memahami bahan bacaan. Selain itu, bahan bacaan jenjang rendah mempunyai lebih banyak gambar atau simbol yang variatif. Gambar dan simbol ini dapat memudahkan anak membaca sehingga semakin senang membaca.

Selain ketiga prinsip di atas, kehadiran bahan bacaan anak yang bermutu juga turut mendukung aktivitas membaca anak menjadi menyenangkan. Buku bermutu merupakan buku ramah anak yang memiliki kriteria normatif, yakni sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, kepatuhan dan norma budaya. Buku bermutu juga bersifat inklusif yakni adanya prinsip kesetaraan gender, tidak adanya diskriminasi SARA dan inferioritas bagi  kaum disabilitas dan Selain itu, buku bacaan bermutu memiliki desain dan grafika yang menarik serta sesuai jenjang.

Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga turut melakukan penyediaan bahan bacaan anak. Program Merdeka Belajar Episode ke-23 tentang Bahan Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia tahun 2023, sebanyak 15.000.000 eksemplar buku bermutu telah dibagikan ke berbagai satuan PAUD dan sekolah dasar yang tersebar di seluruh Indonesia. Program ini diharapkan turut meningkatkan minat baca anak di Indonesia dengan senantiasa menghadirkan kebahagiaan membaca di mana saja dan kapan saja.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

four + seventeen =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top