Membumikan Literasi dalam Ranah Keluarga

Zahrotun Ulfah, S.S.

Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Artikel ini telah terbit di Harian Kabar Timur

Setiap orang tua pasti berharap buah hatinya dapat bertumbuh menjadi pribadi yang cerdas, mandiri dan bertanggung jawab. Di tengah perkembangan arus teknologi dan informasi yang semakin pesat, tentu saja kita tidak ingin buah hati terjebak dalam pusaran hedonisme dan gaya hidup yang menyesatkan. Sebagai guru pertama bagi anak-anak, seorang ibu memiliki peran besar untuk menumbuhkan karakter positif yang akan menjadi bekal kehidupan di masa mendatang.

Salah satu bentuk penanaman karakter positif bagi buah hati dengan menumbuhkan budaya literasi dalam ranah keluarga. Hal ini senada dengan program literasi yang dicanangkan pemerintah bersama Duta Baca Indonesia yakni safari literasi dalam rangka membumikan literasi. Membumikan literasi artinya mendekatkan budaya literasi di dalam segala aspek kehidupan. Membumikan literasi penting dilakukan dari tingkatan dasar yakni keluarga sebelum ke ranah yang lebih luas

Berdasarkan hasil penelitian Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) yang diterbitkan oleh Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, Provinsi Maluku menduduki peringkat 24 dari 34 provinsi dengan kategori tingkat literasi rendah.  Hal ini merupakan PR besar bagi kita semua untuk meningkatkan budaya literasi di Maluku. Oleh karena itu, membumikan literasi dalam ranah keluarga penting dilakukan.

Membumikan literasi dapat ditempuh dengan penguasaan enam keterampilan seperti yang digiatkan dalam Gerakan Literasi nasional (GLN) yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewarganegaraan. Namun, literasi yang paling mendasar untuk dikembangkan ialah keterampilan baca tulis. Kecakapan baca tulis turut meningkatkan kreativitas dan imajinasi anak, termasuk dapat memperkaya kosa kata dari berbagai bidang ilmu (Itadz, 2008: 94). Selain itu, baca tulis dapat diterapkan dalam semua kecakapan literasi terutama dalam memahami sebuah informasi baik secara tulis maupun lisan. Dengan demikian, penguasasan ketrampilan baca tulis dapat menjadi awal peningkatan keterampilan literasi dasar lainnya seperti numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan.

Begitu pun dalam ranah keluarga, keterampilan baca tulis merupakan keterampilan pertama  yang harus diajarkan. Adapun salah satu cara meningkatkan kecakapan literasi baca tulis ialah anak dikenalkan dengan bacaan. Sebelum anak mampu membaca atau menulis, orang tua biasanya sudah mengenalkan bacaan pada anak-anaknya. Mereka biasanya menceritakan dongeng atau cerita sebagai pengantar tidur. Pada kegiatan tersebut, orang tua harus mampu memilih bahan bacaan yang sesuai untuk anak-anak. Misalnya, cerita yang bertema anak-anak, tidak mengandung unsur kekerasan dan cenderung memiliki ilustrasi yang menarik. Oleh karena itu, sastra anak menjadi erat kaitannya dengan dunia literasi, khususnya baca tulis. Sastra anak mampu menjadi pilihan awal untuk meningkatkan budaya literasi sejak dini.

Provinsi Maluku terdapat beragam sastra anak berupa cerita rakyat. Artinya, cerita rakyat tersebut dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran karakter seperti budi pekerti, sopan santun, tata karma, kejujuran, dan etika yang baik bagi anak-anak. Beberapa cerita rakyat sudah berhasil dibukukan yakni Nen Te Idar, Pangeran Duan dan Putri Lolat, Air Mata si Tukang, Putri Tujuh, Air Mata Cilubintang, Kisah persahabatan Pulai Haruku dan Pulau Seram, Buaya Laerissa Kayelli,dan lain sebagainya.

Kisah Nen Te Idaryang berasal dari Kepulauan Kei menarik untuk diceritakan kepada anak-anak. Selain bercerita tentang asal usul Danau Ablel, Nen Te Idar mengajarkan tentang pentingnya menghormati orang yang lebih tua dan saling menyayangi sesama. Selanjutnya, ada juga cerita Buaya Laerisa Kayeli. Cerita itu berkaitan erat dengan mitos ikan Lompa yang berkembang biak di Kepulauan Haruku. Hal ini menarik jika disampaikan kepada anak-anak. Selain penokohannya menggunakan tokoh fabel, ada nilai edukasi yang dapat kita ambil dari cerita tersebut.  Seperti kebaikan hati, keberanian, dan jiwa tolong-menolong. Buaya Laerisa Kayeli dikenal karena kebaikan hatinya yang sering membantu warga untuk menyeberangi sungai. Ia juga dikenal sebagai buaya yang pemberani melawan musuh, ular raksasa.

Pada setiap cerita, terdapat pencerminan sifat-sifat tokoh yang terbagi menjadi dua. Pertama, tokoh yang berbudi luhur misalnya rendah hati, suka menolong, dan tenggang rasa. Kedua, tokoh yang berperangai negatif misalnya sombong, gila kekuasaan, egois, dan lain sebagainya. Penyampaian cerita rakyat pada anak dimaksudkan agar setelah mendengar atau membaca cerita rakyat, anak dapat membedakan sifat yang baik dan buruk. Dengan demikian, anak dapat mengembangkan sifat yang baik dan membuang sifat yang buruk di kemudian hari. Tugas sebagai orang tua harus mampu menjelaskan berbagai sifat tersebut yang disesuaikan dengan perkembangan usianya.

Selain menanamkan budaya membaca, budaya menulis juga harus dikenalkan dalam ranah keluarga (Beaty, 2015:357). Dalam kegiatan pramenulis, usaha yang anak lakukan biasanya adalah membuat coretan dan coretan ini pun menjadi awal pelajaran seni yaitu menggambar. Misalnya, dimulai dengan mengajarkan anak untuk menggambar hewan atau sesuatu yang disukai. Selanjutnya, anak dikenalkan dengan huruf atau aksara sehingga dapat menulis. Minimal, mereka dapat menuliskan aktivitas sehari-hari dan belajar mengungkapkan perasaan, seperti dalam bentuk buku harian. Menumbuhkan budaya membaca dan menulis memang merupakan pekerjaan besar bagi orang tua. Keluarga merupakan ujung tombak pembentukan sumber daya manusia yang cerdas dan kreatif.. Dengan demikian, membumikan budaya literasi perlu dimulai dari sini!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

18 − 2 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top