Fenomena Kebahasaan Merusak Peradaban

David Rici Ricardo, S.S.

Pengkaji Bahasa dan Sastra di Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Bahasa adalah identitas dari si penggunanya. Identitas adalah jati diri (https://kbbi.kemdikbud.go.id). Jati diri yang akan selalu dibawa oleh si penuturnya ke mana pun dan di mana pun berada. Lewat bahasalah seseorang dapat menyampaikan berbagai ekspresi. Berbagai ekspresi itu di antaranya seperti sedih, gembira, sukacita, dukacita, dan lain-lain. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dapat menggambarkan berbagai ekspresi itu.

Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (https://kbbi.kemdikbud.go.id/). Sesuai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pihak yang terlibat saat berkomunikasi yakni pengirim pesan dan penerima pesan. Pengirim pesan lazim disebut komunikator dan penerima pesan lazim disebut komunikan.

Komunikasi terbagi atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan oleh pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan) dalam bentuk tulisan maupun lisan, sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang disampaikan oleh pengirim pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan) dalam bentuk simbol atau tanda, sentuhan, mimik wajah, gerakan tubuh, intonasi suara yang memudahkan penerima pesan (komunikan) agar dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh pengirim pesan (komunikator). Pada pembahasan ini, kami hanya membahas komunikasi verbal (tulisan).

Pernahkah Anda membaca sebuah tulisan seperti ini #PrayFor…? Titik-titik setelah kata-kata yang saya tulis miring tersebut biasanya diikuti dengan objek yang sedang dirundung bencana. Bencana yang dimaksud bisa bencana alam, kecelakaan, kebakaran, dan lain-lain. Memasuki awal tahun 2021 duka dan kesedihan yang mendalam bagi Indonesia. Jatuhnya pesawat Sriwijaya AirSJ-182 pada hari Sabtu, 9 Januari 2021 di perairan Pulau Seribu, banjir yang melanda Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi sejak tanggal 12–13 Januari 2021, gempa bumi yang mengguncang wilayah Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat pada tanggal 14 Januari 2021, dan banjir dan tanah longsor yang melanda Kota Manado yang terjadi tanggal 17 Januari 2021 merupakan duka dan kesedihan yang mendalam bagi Indonesia.

Duka dan kesedihan yang mendalam atas kejadian dan bencana yang disebutkan di atas, menyebabkan masyarakat Indonesia mencurahkan ekspresi duka dan kesedihan atas runtutan yang terjadi memasuki awal tahun 2021 tersebut. Di antaranya adalah #PrayForSJ182, #PrayForKalSel, #PrayForMajeneMamujuSulBar, dan #PrayForManado. Melebihi kecepatan kilat, ekspresi duka yang mendalam dalam bentuk tulisan tersebut beredar di media sosial seperti facebook, instagram, twitter, whatsapp, dan lain-lain.

Selain meninggalkan duka dan kesedihan yang mendalam atas apa yang terjadi di Indonesia, hal itu juga meninggalkan duka yang mendalam jika dilihat dari segi kebahasaan dalam mencurahkan ekspresi duka dan kesedihan seperti yang disebutkan di atas. Dalam menyampaikan ekspresi duka dan kesedihan tersebut, netizen lebih memilih menggunakan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia. Itulah letak duka yang mendalam yang saya maksud. Mengapa netizen lebih memilih menggunakan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia? Apa urgensinya sehingga netizen menggunakan bahasa asing? Apakah tidak ada dalam kosakata bahasa Indonesia yang mewakili ekspresi duka yang dimaksud dalam bahasa asing tersebut? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang seharusnya menjadi dasar awal sebelum mengekspresikan duka dan kesedihan dalam bentuk tulisan.

Jika dilihat dari segi kebahasaan dalam mencurahkan ekspresi tersebut, tampak jelas masyarakat Indonesia cenderung menggunakan bahasa asing. Fenomena ini disebut juga dengan xenomania. Xenomania adalah kesukaan yang berlebihan terhadap segala sesuatu yang asing (berasal dari luar negeri) (https://kbbi.kemdikbud.go.id/). Bahasa Indonesia tidak menjadi tuan di negaranya sendiri melainkan justru termarginalkan.

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya menggunakan bahasa Indonesia dalam menyampaikan ekspresi duka, bukan dengan menggunakan bahasa asing. Selain itu, adanya fenomena kebahasaan ini tidak sejalan dengan isi Sumpah Pemuda butir yang ketiga, yaitu Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Kata menjunjung memiliki dua pengertian, yakni (1) membawa di atas kepala dan (2) menurut, menaati (perintah, petunjuk) (https://kbbi.kemdikbud.go.id/). Pengertian yang paling relevan dalam konteks dimaksud adalah pengertian kedua. Bahasa Indonesia harus dijunjung tinggi oleh masyarakatnya sendiri bukan termarginalkan. Fenomena kebahasaan tersebut tentunya akan merusak peradaban. Peradaban dari bahasa itu sendiri, bahasa Indonesia.

Ekspresi duka dan kesedihan yang mendalam seperti #PrayForSJ182, #PrayForKalSel, #PrayForMajeneMamujuSulBar, dan #PrayForManado dapat diubah menjadi #BerdoaUntukSJ182, #BerdoaUntukKalSel, #BerdoaUntukMajeneMamaujuSulBar, dan #BerdoaUntukManado. #PrayFor dapat diubah menjadi #BerdoaUntuk. Sudah saatnya masyarakat Indonesia menjadikan bahasa Indonesia menjadi tuan dan berdaulat di negaranya sendiri. Hal itu sejalan dengan slogan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Derah, dan Kuasai Bahasa Asing.

Fenomena kebahasaan seperti ini dapat diminimalisasi dengan mengingat bahwa bahasa Indonesia adalah identitas bangsa. Jika ekspresi duka dan kesedihan seperti ini dipertahankan secara kontinu, selain merusak peradaban pasti akan lambat laun masyarakat Indonesia akan mengalami krisis identitas. Sangat miris jika krisis identitas ini terjadi. Agar terhindar dari hal itu, saya ajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memiliki kepedulian terhadap bahasa Indonesia. Utamakanlah bahasa Indonesia dalam setiap ekspresi yang ingin disampaikan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

17 − twelve =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top