Erniati
(Peneliti Pertama, Kantor Bahasa Maluku)
Bahasa Hitu memiliki jumlah penutur 15.965, dituturkan oleh masyarakat di beberapa negeri Jazirah Leihitu seperti Negeri Wakal, Hitu Meseng, Hitu Lama, Mamala, Morela, dan Hila, kelas Austronesia (SIL, 2005:13). Menurut pengakuan penduduk, bahasa Hitu merupakan bahasa yang masih aktif digunakan oleh masyarakat di Negeri Hitu Lama dan negeri-negeri yang ada di sekitarnya. Namun, setelah pengambilan data kosakata bahasanya, bahasa Hitu sudah dikategorikan sebagai bahasa yang terancam punah. Beberapa indikator bisa menguatkan pendapat tersebut seperti tidak terjadinya regenerasi penutur di kalangan generasi muda. Bahkan hingga kini belum diketahui berapa penutur aktifnya.
Terkait hal itu, Kantor Bahasa Maluku berusaha menyusun Kamus Bahasa Hitu—Indonesia sebagai upaya pemertahanan dan revitalisasi bahasa tersebut. Penyusunan kamus ini digagas oleh Kepala Kantor Bahasa Maluku dan tokoh masyarakat Negeri Hitu Lama yang merupakan penutur bahasa ini. Tujuan penyusunan kamus ini selain menginventarisasi kosakata yang masih ada, juga diharapkan menjadi dasar pembelajaran muatan lokal bahasa daerah di sekolah pada khususnya dan di masyarakat pada umumnya. Sumber penyusunan Kamus Bahasa Hitu adalah warga Negeri Hitu Lama dan peneliti dari Kantor Bahasa Maluku.
Penyusunan Kamus Bahasa Hitu-Indonesia ini merupakan edisi pertama. Dengan demikian tentulah banyak kekurangan dan beberapa kendala yang ditemui pada saat penyusunan ini. Kendala tersebut yakni pertama, pada penyediaan korpus data, karena bahasa Hitu merupakan salah satu bahasa yang tidak mempunyai ragam tulis sehingga pada penyediaan substansi bahasa sumber sebagai bahasa sasaran penyusunan kamus hanya dilakukan dengan metode perekaman langsung dengan penuturnya. Setelah perekaman tersebut selesai, maka langkah selanjutnya adalah mentranskipsikan ke dalam bentuk bahasa tulis. Jika terjadi kesalahan dalam mengambil korpus data akan menyebabkan kamus yang disusun belum mencapai sasaran.
Kedua, kendala dapat ditemukan pada saat pengumpulan data, sebagai kamus ekabahasa, maka data yang dikumpulkan adalah berupa kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan lain-lain. Seringkali ditemukan adanya bentuk-bentuk yang berkenaan dengan variasi ucapan dan perbedaan ejaan tidak dicermati penyusun. Tentu saja bisa mengakibatkan penyusunan kamus tersebut tidak berhasil sesuai harapan. Oleh karena itu, dalam menyusun kamus ekabahasa, ketelitian dan kecermatan oleh seorang leksikograf sangat diperlukan, baik pengambilan data, pemberian definisi, dan pemberian contoh kalimatnya harus cermat, sehingga saran penyusunan kamus tersebut sesuai harapan dan sasaran.
Ketiga, kendala dari segi tujuan kamus, kamus disusun bukan untuk bahan bacaan semata, melainkan untuk menambah pengetahuan yang sebelumnya belum pernah diketahui. Kamus ini ditujukan pada siapa dan seberapa besar ruang lingkupnya. Ruang lingkup tersebut terdiri atas lema-lema yang dimuat, dan makna atau definisi yang terdapat dalam kamus. Kendala yang dihadapi pada tahap ini adalah kerumitan dalam penyusunan kamus yang tidak terkonsep. Keempat, kendala dari segi lema dan sublema, lema atau entri dalam bahasa daerah Hitu berupa morfem dasar, baik yang bebas ataupun yang terikat. Sedangkan sublema atau subentri berupa bentuk turunan, baik yang berimbuhan, yang berulang, maupun yang berkomposisi. Masalah lema dan sublema ini akan muncul jika akan disusun atau didaftarkan di dalam kamus.
Kelima, kendala dari segi masalah makna. Dalam pemberian makna, kendala yang akan timbul seperti patokan yang menyatakan bahwa sebuah kata telah diberi makna atau definisi dengan jelas, sukar memberi makna untuk kata kerja, banyak kata yang maknanya di satu tempat tidak sama dengan tempat yang lain, banyak kata yang maknanya telah berubah, baik meluas maupun menyempit label-label informasinya, menentukan kelas katanya, dan pemakaian istilah-istilahnya.
Banyak orang mengatakan bahwa dalam penyusunan kamus sangatlah gampang, namun pada dasarnya bagi mereka yang ingin menyusun sebuah kamus harus memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas. Dalam penyusunan kamus, hal yang paling menantang adalah kebosanan untuk penyusunannya karena kosakata sebuah bahasa tidak bisa diperhitungkan bahkan melebihi dari apa yang dipikirkan.