Bilingualisme dan Diglosia

Adi Syaiful Mukhtar

Pengkaji Kebahasaan, Kantor Bahasa Maluku

Bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Secara umum, bilingualisme berarti penggunaan dua bahasa yang berbeda oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Fishman 1975:73). Selanjutnya kata diglosia berasal dari bahasa Prancis ‘diglossie’, oleh Marcais, seorang linguis Prancis dan dipopulerkan oleh C.A. Ferguson dalam sebuah artikelnya. Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat yang mempunyai dua variasi dari satu bahasa hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Dalam tulisan ini akan disampaikan terkaitan antara bilingualisme dan diglosia. Namun, perlu penjelasan singkat tentang bilingualisme dan diglosia sebelum membahas keterkaitannya.

Banyak daerah di negara kita yang masyarakat penutur bahasanya berstatus sebagai dwibahasawan (pengguna dua bahasa). Hal ini terjadi karena Indonesia mempunyai ratusan bahasa daerah dengan bahasa pemersatu, yaitu bahasa Indonesia. Status dua bahasa tersebut memberikan ruang seluas-luasnya bagi masyarakat pendatang yang berbeda suku hadir dan ikut berkontribusi pada daerah yang didatanginya. Perlu kaidah sosial dalam penggunaan bahasa agar komunikasi terjalin dengan baik dan terhindar dari kesalahpahaman. Hal tersebut biasanya terjadi pada masyarakat berbeda bahasa yang mendiami kota-kota besar di Indonesia. Bilingualisme terjadi biasanya untuk keperluan berhubungan dengan orang saat situasinya berbeda. Penerimaan dengan masyarakat baru merupakan faktor terjadinya bilingualisme. Awal percakapan dengan masyarakat baru yang datang tanpa melihat latar belakangnya, lebih cenderung menggunakan bahasa pemersatu. Selanjutnya pada media penyampaian dalam dunia pendidikan di negara kita juga menggunakan bahasa Indonesia.

Cara mengukur baik atau tidaknya bilingualitas seseorang, yaitu dengan cara melihat reaksi seseorang terhadap dua bahasa. Bilingualitas adalah istilah untuk kemampuan seseorang yang menggunakan dua bahasa. Jika seseorang dengan bilingualitas yang kurang baik, maka seseorang itu akan cenderung menghindari percakapan dengan bahasa yang berbeda dengan bahasa ibu yang dimiliki. Cara selanjutnya adalah melihat kemampuan seseorang dari segi reseptifnya. Seseorang dapat dikatakan bilingualitasnya baik jika seseorang itu dapat menerima dengan baik tuturan bahasa lain. Kemampuan seseorang dalam melengkapkan suatu perkataan juga merupakan salah satu tolok ukur bilingualitas seseorang. Selain itu, kecenderungan (preferences) pengucapan secara spontan dari seseorang juga dapat mengukur bilingualitas seseorang.

Bilingual (dwibahasawan) yang diglosik yaitu seseorang yang menguasai dua bahasa yang digunakan secara bergantian. Namun, tiap bahasa mempunyai peranannya masing-masing. Bilingual ini merupakan individu yang mempunyai pengalaman sosiolinguistik yang memadai. Seseorang mempunyai kemampuan sama dalam menggunakan dua bahasa yang berbeda dan mampu menggunakan kedua bahasa tersebut dengan situasi yang tepat masuk dalam status bilingual yang diglosik.

Bilingual tetapi tidak diglosik yaitu seseorang yang menguasai dua bahasa secara bergantian, tetapi masing-masing bahasa memiliki peranan yang sama. Bilingualitas seseorang yang baik juga harus dilihat dari baik tidaknya seseorang itu menggunakan kedua bahasa sesuai dengan perannya. Biasanya seseorang ini mempunyai pengalaman sosiolinguitik kurang memadai. Individu yang seperti ini kurang baik dalam menempatkan kaidah sosial berbahasanya.

Seseorang yang tidak bilingual tetapi diglosik adalah seseorang yang karena ikatan negaranya terdiri atas dua golongan, masing-masing ekabahasawan (hanya bisa satu bahasa), dan apabila berkomunikasi membutuhkan kehadiran penerjemah. Keinginan seseorang yang ekabahasawan menjalin komunikasi dengan orang yang berlainan bahasa akan tercipta jika menghadirkan penerjemah. Situasi yang seperti inilah yang digambarkan oleh status tidak bilingual tetapi diglosik. Selanjutnya jika seseorang tidak dwibahasawan dan tidak diglosik adalah gambaran seseorang ekabahasawan murni tanpa adanya variasi penggunaan bahasa.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20 + two =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top