Pilkada dan Kesantunan Berbahasa

Oleh: Dr. Asrif, M.Hum.
Kepala Kantor Bahasa Maluku

Selama beberapa bulan ke depan, masyarakat Indonesia akan berada pada situasi pesta demokrasi. Pesta demokrasi yang akan berlangsung adalah pemilihan kepala daerah (pilkada), baik pemilihan gubernur (pilgub), pemilihan bupati (pilbup), maupun pemilihan walikota (pilwali). Pemilihan kepala daerah tersebut akan terlaksana serentak. Sejumlah tokoh politik negeri ini akan bertarung memperebutkan jabatan tertinggi di wilayah masing-masing. Selain tokoh politik, masyarakat luas juga terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam perayaan pilkada. Ada yang bertindak sebagai tim sukses, simpatisan, dan calon pemilih. Tiap-tiap pihak menyampaikan visi dan misi yang akan dilaksanakan ketika terpilih menjadi pemimpin dan pada saat bersamaan akan hadir tanggapan-tanggapan yang terkadang berbeda dari pihak lain.

Semarak pesta demokrasi itu juga sedang berlangsung di Provinsi Maluku. Tokoh-tokoh politik yang menyatakan diri sebagai peserta pilkada akan beradu visi dan misi. Pemaparan visi dan misi bertujuan menjaring dukungan masyarakat. Gagasan-gagasan positif yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dikemas secara apik. Ide, istilah, dan wacana (bahasa) dipilih secara tepat agar visi dan misi yang disampaikan mampu menggugah masyarakat. Bahasa yang dipilih merupakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Tentu kegiatan merumuskan bahasa seperti itu menjadi hal utama bagi setiap tokoh politik yang sedang berlaga.

Pilkada sejatinya adalah laga adu ide. Ide yang merupakan ejawantah dari visi dan misi tiap kandidat. Visi dan misi disampaikan melalui serangkaian kata, istilah, kalimat, dan wacana yang seharusnya mudah dipahami oleh masyarakat. Ide-ide tersebut disampaikan secara persuasif melalui bahasa yang baik dan benar, melalui penggunaan bahasa yang santun.

Dalam laga adu ide, bahasa sebagai sarana penyampai ide memegang peranan yang amat penting bagi terwujudnya pesta demokrasi yang baik. Bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang santun (positif), bukan bahasa yang merendahkan pihak lain (negatif). Ide yang disampaikan melalui media luar ruang seperti spanduk, baliho, ataupun melalui brosur (pamflet) sebaiknya tetap menggunakan bahasa-bahasa yang santun. Demikian pula halnya dalam orasi-orasi politik, pemilihan bahasa (diksi) yang tepat sebaiknya menjadi ujung tombak penjaringan simpati calon pemilih. Bahasa tidak sekadar sarana komunikasi. Bahasa merupakan sarana merawat kedamaian dan ketenteraman masyarakat. Spanduk, baliho, dan orasi politik merupakan ruang untuk menyatakan ide. Pada ruang bahasa seperti itu, sangat penting untuk menyatakan ide dengan menggunakan bahasa yang santun.

Dalam setiap pilkada, pemakaian bahasa yang kurang tepat terkadang dapat mengganggu kestabilan politik di suatu wilayah. Oleh karena itu, setiap kandidat sebaiknya tetap meneguhkan pemakaian bahasa yang santun dan ramah dalam bingkai simpati dan empati orang basudara. Kompetisi para kandidat merupakan tahapan pilkada yang perlu dijaga dalam tindak tutur yang baik.

Pada tataran tokoh politik, kematangan berpolitik termasuk kemampuan memilih dan memilah bahasa yang tepat mungkin saja dengan mudah dapat dilakukan. Namun bagaimana dengan masyarakat awam? Perbincangan-perbincangan masyarakat di warung kopi, pangkalan ojek, pasar, teras rumah, dan tempat-tempat publik lainnya perlu dibingkai dengan menggunakan bahasa yang santun. Pada tingkatan bawah itu, berbagai ucapan (perkataan) para tokoh politik akan dimaknai sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Hasil pemaknaan pun terkadang berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Pada situasi seperti itu, pilihan bahasa yang tepat akan menjadi amat menentukan jalannya bincang-bincang (diskusi) tetap berada dalam bingkai pesta (kebahagiaan) demokrasi. Masyarakat bawah menjadi titik simpul yang perlu dikawal agar tetap menggunakan bahasa yang santun. Posisi masyarakat bawah itu tetap tak terpisah pada tokoh politik yang dianutinya. Oleh karena itu, perlu ada keselarasan berbahasa yang baik antara tokoh politik dan masyarakat pendukungnya

Pesta demokrasi adalah kebahagiaan berdemokrasi. Setiap tahapan pesta demokrasi perlu dijalani dalam suasana kebatinan yang positif, indah, dan nyaman. Adu ide yang dipaparkan oleh setiap peserta pilkada sejatinya membahagiakan masyarakat. Masyarakat perlu disuguhi ide-ide positif untuk menjaga iklim pesta demokrasi tetap berada pada nuansa pesta (kebahagiaan). Untuk itu, pemilihan kata (diksi) yang positif seharusnya ditonjolkan untuk menjaga suasana pesta tetap berjalan dengan baik. Pilkada yang terbingkai kesantunan berbahasa akan menciptakan situasi dan kondisi masyarakat yang kondusif. Mari berpesta demokrasi yang santun.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

fourteen + 6 =

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Scroll to Top